Rabu, 21 September 2016

Sajak Rindu

Ah, aku rindu.
Aku merindu setiap tuturmu yang berlagak seakan aku milikmu.Ada banyak anekdot yang ingin kutertawakan bersamamu.Asal kau tau, aku selalu ingin mati melihat senyummu.Entah dari gula atau manisan apa senyum itu.Aku selalu berharap, kau masih mengingat setiap detik dimana bahagiamu selalu menjadi alasan bagi setiap senyumku.Kalau kau tak jua mengingatnya, biarkan mata kita saling memandang.Setidaknya,aku tak perlu berbicang tentang rinduku denganmu. Biarkan mereka saling menatap, bersua, dan merindu.
Apa kabar,cintaku?
Masihkah kau simpan setiap bait rindumu untukku? atau jiwamu sudah mulai bosan merinduku?
Aku juga lelah merindumu.
Ribuan kali inginku berhenti, mencari hati lain untuk dirindukan.
Tapi adakah hati seperti dirimu, yang pantas untuk kurindu? Senyummu buatku meragu untuk kesekian kalinya.
Kalau tiba saat untuk bersua denganmu, ijinkan mataku menatap indahnya duniamu, ijinkan hatiku memeluk hatimu, dan mengabarkanmu bahwa meski matahari dan bulan tak pernah bersua tetapi mereka tak pernah lelah merindu.
Semoga kita cepat mempertemukan jutaan rindu ini,sayang. Semoga kita saling membawa setiap rindu dan rasa kita pertama bertemu.

-Langit.

Senin, 08 Agustus 2016

Anak rantau

     Halo! Senang bisa menulis(curhat) lagi!
Sekarang tanggal 8 Agustus 2016 tepat pukul 21.12 aku menulis lagi.Maaf karna mungkin akan berantakan karna aku menulis langsung diponsel.
     Kali ini aku menulis bukan di kasur kesayanganku dan bukan juga di meja belajar saksi perjuanganku.Kali ini aku menulis di kasur sempit, kamar sempit, dan sangat gerah disini. Puji Tuhan perjuanganku selama kurang lebih 2 tahun ternyata membawaku ke Ibu kota.Kota yang sebenarnya aku tidak terlalu suka dengan macet dan cuacanya. Aku resmi menjadi anak rantau. Meski enak hidup numpang di rumah kerabat di Tangerang selatan, nggak perlu ngekost, makan terjamin, dan sudah pasti nggak akan hidup susah di Jakarta.
    Seminggu sebelum berangkat sudah tak habiskan air mataku, maunya biar pas pamit ndak nangis, malu karna sudah besar.Padahal, waktu kecil sebentar saja ditinggal ibuk rasanya sudah mati karna nangis nggak bisa berhenti.Pas mau berangkat cium tangan ibuk, beneran nggak nangis, ibuk malah yang nangis. Setelah hampir 2 minggu di jakarta, sudah mulai rindu masakan rumah. Ngekost maupun numpang di rumah saudara sama saja, ada enak nggak enaknya.Kangen masakan rumah.Tiap malam aku selalu mengingat lagi kebiasaanku dirumah.Merenung sendiri di kamar sembari chattingan sama ibuk.Rasanya pengen cepet-cepet pulang.
     Tapi ini memang sudah jalanku, pergi, mengenyang pendidikan yang lebih tinggi.Aku sadar, ibuk pulang nggak hanya menungguku tapi juga prestasiku nanti di kampus.Rasanya nggak berani untuk ngadepin tugas senior, belum lagi bapak-bapak kopasus.Dulu sebelum diterima, bapak dan ibuk selalu nunggu disetiap rangkaian tes makanya nggak takut. Sekarang sudah harus berjuang sendiri, tiap pengen nangis tarik nafas dalam-dalam kata bapak.
     Tapi aku selalu ingat pesan guruku, "Kalau nanti kamu harus kuliah jauh, sempatkan untuk setiap pagi tanyakan kabar ibukmu, orang tuamu sudah sangat senang bahwa ternyata anaknya tetap mengingatnya".Tiap pagi aku selalu chat dengan ibuk, sekedar tanya kabar dan masak apa. Ibuk selalu kasih semangat.
     Meski ibuk wanita hebat, tapi aku masih selalu khawatir, takut adekku nyusahin ibuk, takut ibuk nggak ada yang bantuin, takut ibuk nggak ada yang antar jemput, dan takut ibuk sakit.
     Tapi semua rasa takut itu sedikit berkurang saat ibuk kirim foto "selfie" dengan wajah gembira.
      "Walaupun kamu wanita, tapi kamu harus bisa 'survive' kalau mau maju.Bapak sama ibuk tunggu kabar baikmu disini.Jangan pulang kalau pulang cuma bawa kangen, pulang bawa IP tinggi.Kamu punya rumah disana, pintu gereja selalu terbuka buat kamu nduk.Ndak usah sok diet, putri bapak paling cantik.Kamu sudah pengen masuk kampus itu dari dulu, dan bapak sama ibuk tau dan sangat mendukung.Sekarang kamu bisa masuk kesitu karna usaha dan seizin Tuhan Yesus, jangan kecewakan dirimu sendiri.Sekarang jalani dunia perkuliahanmu dengan penuh semangat sama seperti kamu dulu semangat berjuang untuk pergi kesana. Semangat nduk, Tuhan memberkati. Kamu tau bapak sama ibuk sayang sama kamu."



Minggu, 24 April 2016

Tuhanlah yang punya kuasa.


Ketika Tuhan sudah bersabda,maka apalah daya suatu rencana. 
Baru kemarin rasanya wanita paruh baya itu memintaku mengantarnya pergi,memakaikan kalung,gelang,serta selendang kepunyaannya. Belum lama juga lelaki paruh baya itu menangis untuk pertama kalinya. Bukan karena dompet kosong,pertikaian,atau hal menyakitkan lainnya namun karna kepergian wanita itu. Mereka memang tampak tidak dekat sebagai pasutri,mereka juga bahkan tak pernah berbalas kata romantis. Pagi itu kali pertama lelaki tidak lagi memanasi motor vespa di depan halaman rumahnya,ia pergi dengan sekantung bunga tabur bersama anak sulung dan seorang cucunya yang berulang tahun tepat dihari wanita itu pergi. Sekarang mungkin air matanya sudah mulai mengering. Malam itu juga kali pertama lelaki tidak nembang lagu-lagu jawa, hampir semalaman ia berdiri di depan tembok tinggi dengan bingkai-bingkai foto kala lelaki dan wanita itu masih belia. Mulai hari menyakitkan itu, lelaki percaya bahwa kenangan tidak akan hanyut terbawa hujan. Ia percaya bahwa kenangan itu akan selalu ada bersamanya. Meski hampir tidak pernah berbalas kata romantis di waktu senja, namun "setidaknya dialah wanita pertama yang saya rasa harus saya perjuangkan" kata lelaki itu.
Meski kini lelaki itu hidup bersama kedua anak dan cucunya, namun ia kini juga hidup dengan separuh nyawanya. Perginya wanita itu, seperti juga membawa separuh jiwanya. Namun dikala rindu tidak lagi bisa terobati ,selalu ada masa yang kembali dari kisah kasih terdahulu.

Selasa, 05 Januari 2016

Jangan Buang Waktuku

"Jangan buang waktuku"

Ku tak punya banyak waktu...
Untuk sesuatu,
yang menyita waktuku...
Aku masih harus menata egoku...

Mengejar mimpiku,
yang mengekor takdirku...
Dengan begitu,
Aku mampu menghidupi hidupku,
hidup emak bapakku,
juga hidupmu.

Bukan ingin kaku,
hanya ingin berjuang bersamamu.
Ingin selalu miskin cinta denganmu.
Karna hidupku,
hidupmu jua.

Jadi biarkanlah aku menikmati waktuku.
Mengejar mimpi bersama karibku.
Tenanglah,
jiwa ragaku masih milikmu.

Dan kala itu,
saat takdirmu dan takdirku bertemu,
waktuku juga menjadi waktumu.
Seperti telah tergaris di tanganmu,
dan telah mengalir di nadiku.



-Langit-