Minggu, 24 April 2016

Tuhanlah yang punya kuasa.


Ketika Tuhan sudah bersabda,maka apalah daya suatu rencana. 
Baru kemarin rasanya wanita paruh baya itu memintaku mengantarnya pergi,memakaikan kalung,gelang,serta selendang kepunyaannya. Belum lama juga lelaki paruh baya itu menangis untuk pertama kalinya. Bukan karena dompet kosong,pertikaian,atau hal menyakitkan lainnya namun karna kepergian wanita itu. Mereka memang tampak tidak dekat sebagai pasutri,mereka juga bahkan tak pernah berbalas kata romantis. Pagi itu kali pertama lelaki tidak lagi memanasi motor vespa di depan halaman rumahnya,ia pergi dengan sekantung bunga tabur bersama anak sulung dan seorang cucunya yang berulang tahun tepat dihari wanita itu pergi. Sekarang mungkin air matanya sudah mulai mengering. Malam itu juga kali pertama lelaki tidak nembang lagu-lagu jawa, hampir semalaman ia berdiri di depan tembok tinggi dengan bingkai-bingkai foto kala lelaki dan wanita itu masih belia. Mulai hari menyakitkan itu, lelaki percaya bahwa kenangan tidak akan hanyut terbawa hujan. Ia percaya bahwa kenangan itu akan selalu ada bersamanya. Meski hampir tidak pernah berbalas kata romantis di waktu senja, namun "setidaknya dialah wanita pertama yang saya rasa harus saya perjuangkan" kata lelaki itu.
Meski kini lelaki itu hidup bersama kedua anak dan cucunya, namun ia kini juga hidup dengan separuh nyawanya. Perginya wanita itu, seperti juga membawa separuh jiwanya. Namun dikala rindu tidak lagi bisa terobati ,selalu ada masa yang kembali dari kisah kasih terdahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar